Polemik Antara Menko Kemaritiman dengan Menteri KP Bentuk Lemahnya Koordinasi Antar Kementerian

11-01-2018 / KOMISI IV
Anggota Komisi IV DPR RI Zainut Tauhid Sa’adi. Foto : Agung/Man

 

Anggota Komisi IV DPR RI Zainut Tauhid Sa’adi menilai, polemik antara Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti terkait pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia dapat menimbulkan kegaduhan, sekaligus dinilai sebagai bentuk kelemahan koordinasi antar kementerian dalam  pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.

 

“Polemik antara Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia seharusnya tidak perlu terjadi. Sangat tidak elok mempertontonkan perbedaan pandangan kepada publik dalam masalah penegakan hukum. Apalagi subyek hukumnya adalah kapal asing (WNA). Hal tersebut juga bisa ditafsirkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam upaya penegakan hukum,” ujar Zainut dalam siaran pers nya di Jakarta, Kamis (11/1/2018).

 

Dijelaskannya, terkait pembakaran dan atau penenggelaman kapal sebagai upaya penegakan hukum sudah sesuai dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 69 ayat (4) dimana tercantum  "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.

 

Selan itu juga diatur dalam Pasal 76A yang mengatakan "Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri."

 

Namun, memang pembakaran dan atau penenggelaman kapal bukan satu-satunya bentuk hukuman yang dapat diterapkan. Hakim Pengadilan juga bisa menggunakan Pasal 76C (1) "Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dapat dilelang untuk negara". Atau Pasal 76C ayat (5) "Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan".

 

“Menurut saya ada dua hal yang berbeda antara upaya penegakan hukum dengan upaya peningkatan produksi. Untuk penegakan hukum sepanjang sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk law enforcement untuk menjaga kedaulatan laut kita. Sedangkan untuk peningkatan produksi seharusnya Pak Luhut lebih mengkritisi kebijakan KKP yang justru banyak menghambat sektor produksi perikanan, yaitu berbagai peraturan menteri KP yang selama ini banyak menimbulkan kontroversi,” papar Politisi dari Fraksi PPP ini. (ayu/sc)

BERITA TERKAIT
Stok Beras Melimpah tapi Harga Tetap Mahal, Daniel Johan: Sangat Ironi!
15-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini Ombudsman RI yang mengungkap temuan adanya tumpukan beras impor tahun 2024 lalu yang sebagian...
Komisi IV Dorong Peningkatan Fasilitas dan Infrastruktur di PPI Tanjung Limau Bontang
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi IV DPR RI mendorong peningkatan fasilitas dan infrastruktur di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tanjung Limau, Kota...
Maros Strategis sebagai Sentra Produksi Beras Nasional
13-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Maros - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Haryadi menegaskan bahwa Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Maros, memegang peran...
Pupuk Kaltim Diminta Maksimalkan Manfaat untuk Petani Lokal dan Penyuluh
12-08-2025 / KOMISI IV
PARLEMENTARIA, Bontang - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, meminta PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) untuk meningkatkan kontribusi langsung bagi...